Sejarah Awal Masjid Sijuk Belitung
Masjid Sijuk Belitung adalah surau tertua di Pulau Belitung yang berdiri sejak 1817. Pendirian masjid ini diprakarsai oleh tokoh ulama dari Sumatra, termasuk Syekh Abdurrahman, yang berperan menyebarkan Islam di kawasan Sijuk.
Awalnya, masjid tua di Sijuk dibuat dari kayu ulin dengan atap rumbia sederhana. Meski sederhana, masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan Islam, sekaligus simbol spiritual masyarakat setempat. Banyak warga menceritakan bagaimana generasi pertama mengajarkan anak-anak membaca Al-Qur’an di halaman masjid, menjadikannya pusat ilmu dan moral sejak awal berdiri.
Arsitektur Tradisional Surau Tua di Belitung
Surau tertua di Belitung ini menampilkan arsitektur Melayu klasik. Tiang dan dindingnya dari kayu ulin yang kuat, sedangkan atap limas khas rumah adat Melayu menambah keunikan bangunan.
Di bagian dalam, mihrab sederhana menghadap kiblat, dan beduk tua berusia lebih dari dua abad masih digunakan untuk menandai waktu salat. Semua elemen ini membuat masjid bersejarah Belitung memiliki nilai filosofis tinggi.
Peran Masjid Sijuk Belitung dalam Kehidupan Masyarakat
Sejak awal berdirinya, surau bersejarah di Sijuk berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial. Warga menggunakannya untuk pengajian, pembelajaran Al-Qur’an, hingga musyawarah desa.
Tradisi Ramadan di masjid tua ini tetap berlangsung. Warga berkumpul untuk tarawih, tadarus, dan buka puasa bersama, memperkuat hubungan sosial di sekitar masjid ini.
Renovasi dan Pelestarian Masjid Bersejarah Belitung.
Untuk menjaga kelestarian, masjid tua di Sijuk telah beberapa kali direnovasi. Kayu ulin lama sebagian masih dipertahankan, sementara atap rumbia diganti genteng agar lebih tahan lama. Pemerintah Kabupaten Belitung menetapkan masjid ini sebagai cagar budaya, menjadikannya ikon religi Belitung yang wajib dilindungi.
Wisata Religi di Masjid Sijuk Belitung
Belitung kini terkenal tidak hanya karena alamnya, tetapi juga wisata religi. Banyak turis lokal maupun mancanegara mengunjungi Masjid Sijuk Belitung untuk melihat keunikan arsitektur dan sejarahnya.
Paket wisata biasanya memasukkan kunjungan ke masjid bersejarah Belitung, selain pantai dan danau populer. Hal ini membuat pengalaman wisata lebih lengkap: menikmati alam sekaligus menelusuri jejak Islam di kepulauan.
Nilai Filosofis Surau Tua di Belitung
Masjid Sijuk Belitung menyimpan nilai filosofis yang mendalam. Kayu ulin melambangkan keteguhan iman, atap limas menandakan hubungan manusia dengan Tuhan, dan beduk tua menjadi simbol komunikasi spiritual. Semua elemen ini memperkuat posisi masjid sebagai ikon religi Belitung.
Dukungan Pemerintah dan Masyarakat
Keberadaan masjid tua di Sijuk tetap terjaga berkat dukungan masyarakat dan pemerintah. Renovasi dilakukan secara gotong royong, sementara pemerintah menyediakan regulasi pelestarian. Kolaborasi ini membuat surau ini tetap hidup sebagai tempat ibadah dan pusat budaya.
Selain itu, warga aktif menjaga kebersihan, keamanan, dan ketertiban masjid. Mereka juga mengadakan festival budaya dan lomba islami untuk menarik pengunjung dan meningkatkan kepedulian terhadap masjid bersejarah ini.
Tantangan Merawat Masjid Sijuk Belitung
Merawat bangunan berusia lebih dari dua abad bukan perkara mudah. Cuaca tropis, rayap, dan kelembapan menjadi ancaman. Namun, komitmen warga dan pemerintah memastikan Masjid Sijuk Belitung tetap kokoh agar generasi mendatang dapat menikmati warisan sejarah ini.
Perbandingan dengan Masjid Tua Lain di Indonesia
Jika dibandingkan dengan masjid tua lain di Nusantara, seperti Masjid Menara Kudus atau Masjid Demak, masjid tua di Sijuk memiliki ciri khas Melayu pesisir. Hal ini menjadikannya unik dan menambah keragaman arsitektur Islam di Indonesia.
Tradisi Warga Sekitar Masjid Sijuk Belitung
Hingga kini, tradisi mengaji anak-anak di serambi masjid masih berlangsung. Warga percaya doa yang dipanjatkan di masjid ini membawa ketenangan. Beberapa cerita rakyat juga menyebutkan nilai berkah surau ini bagi masyarakat yang rutin beribadah.
Peran Masjid Sijuk Belitung dalam Kehidupan Masyarakat
Sejak awal berdirinya, surau bersejarah di Sijuk berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial. Warga menggunakannya untuk pengajian, pembelajaran Al-Qur’an, hingga musyawarah desa.
Tradisi Ramadan di masjid tua ini tetap berlangsung. Warga berkumpul untuk tarawih, tadarus, dan buka puasa bersama, memperkuat hubungan sosial di sekitar masjid ini. Selain itu, kegiatan rutin seperti pengajian anak-anak dan kelas ilmu agama bagi remaja menambah peran Masjid Sijuk Belitung sebagai pusat pendidikan dan moral masyarakat.
Baca Juga :
Sungai Danube: Fakta Menarik Sungai yang Melintasi 10 Negara di Dunia
Kesimpulan
Sebagai surau tertua yang berdiri sejak 1817, Masjid Sijuk Belitung menjadi simbol perjalanan Islam di Pulau Belitung. Dari sejarah, arsitektur, hingga perannya dalam masyarakat, masjid ini tetap menjadi ikon budaya dan religi. Dengan pelestarian berkelanjutan dan dukungan masyarakat, surau bersejarah di Sijuk ini akan terus berdiri sebagai warisan bangsa yang membanggakan.
Leave a Reply